"Setiap tempat yang engkau datangi senantiasa akan rusak dan kotor, karena engkau hanyalah sampah hasil buangan kehidupan yang terpaksa berjuang agar tampak hidup". (Bang Nevy James ).
![]() |
Pos 5 G. Bawakaraeng | Foto b: YL 2012 |
Beberapa
dekade terakhir, isu lingkungan memang sedang marak. Orang-orang mulai
berlomba menjaga kelestarian Bumi, yang konon tengah terancam oleh
'makluk' yang benama pemanasan global (climate change).
Gerakan cinta lingkungan dikampanyekan dengan massive-nya; Gerakan bersepeda, gerakan satu miliar pohon, gerakan mengurangi penggunaan kantong plastik, dan berbagai macam gerakan ala environmentalist yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Ah, masa sih? Mungkin saja itu benar.
![]() | |
Aksi penolakan warga rembang terhadap PT. Semen Gresik. | foto by : www.mongabay.co.id |
Jika berdasar logika-logika yang disusun para ilmuwan lingkungan, sangat mungkin climate change
sedang berlangsung.
Hal itu juga diperkuat dengan fakta-fakta yang kita
lihat sehari-hari: penggundulan hutan, berkembangnya industri kaya
limbah, menjamurnya kendaraan bermotor berpolusi, dan pertumbuhan
manusia-yang linear dengan meningkatnya jumlah pemukiman-ikut menambah
udara di atmosfer bumi kian pengap.
Hmm.....
Aku cuma mau berkeluh tentang mereka yang disebutkan Squidward
di pembuka tulisan ini. Mereka yang hanya mau menikmati alam tetapi tak mau melestarikan-nya.
Beberapa tahun terakhir,
perampasan-perampasan lahan, baik itu milik warga atau berstatus tanah
yang dilindungi, kerap terjadi. Pelakunya? Siapa lagi kalo bukan
perusahaan yang diizinkan pemerintah. Banyak lahan pertanian atau
pemukiman warga digusur karena tanah itu mengandung sumber daya alam
yang berlimpah. Dari sabang hingga merauke, tak
terhitung kasus-kasus perampasan tanah oleh industri.
![]() |
Awalnya lahan warga sekarang mejadi Industri Semen |
Apa kaitannya
dengan lingkungan? Kayak yang aku bilang tadi, pertumbuhan
industri yang besar, terutama untuk komoditas sumber daya mineral,
menjadi salah satu pemicu perubahan iklim: lahan hijau yang rusak,
limbah yang beracun, polusi udara akibat proses ekstraksi dan
sebagainya. Fenomena itu tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah
berpenduduk, tetapi juga terjadi di wilayah-wilayah yang menjadi area
konservasi alam, seperti taman nasional.
Tak perlu banyak argumen.
Ketika industri menjarah hutan lindung, kita sudah bisa membayangkan apa
yang terjadi. Why ????
Konsep pecinta alam dikenalkan
pertama kali oleh seorang 'demonstran' ternama, Soe Hok Gie. Dalam
catatannya, Gie menjelaskan alasannya menjadi pecinta alam (baca: naik
gunung). Kira-kira begini:
"Kami
jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah
manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak
mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat
mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai
tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama
rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus
berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik
gunung."
Sayangnya, tidak semua 'pecinta alam' berpikir demikian. Masih banyak orang
yang memahami konsep pecinta alam hanya sebatas naik-turun gunung,
susur pantai dan goa, ekspedisi alam, namun tanpa menyertakan semangat
politis untuk menjaga lingkungan, apalagi membelanya.
Berapa
banyak mapala yang giat berkampanye menolak perampasan kawasan-kawasan
hijau oleh perusahaan tambang? Dan, siapa yang peduli ketika hutan di
gunung yang kerap mereka daki terancam digunduli oleh korporasi? Tidak
banyak-atau bahkan tidak ada.
Bulan Agustus tahun lalu-2012 -ribuan pendaki meninggalkan sampah
di Gunung Semeru. Akibatnya, pengelola kawasan tersebut melarang
pendakian untuk melakukan bersih gunung selama beberapa waktu. Sampah
yang berhasil dikumpulkan hingga berkarung-karung. Pengelola mengatakan,
selain untuk bersih-bersih, penutupan gunung juga baik untuk memulihkan
vegetasi dan memberikan ruang kepada satwa liar di kawasan tersebut
untuk bergerak bebas. Pembersihan dilakukan oleh pengelola dan ribuan
pecinta alam dari seluruh nusantara.
Toh, bukan cuma itu..... 17 Agustus 2015.
Sebagian pecinta alam di gorontalo masih kurang sadar untuk tidak meninggalkan sampah setelah berkegiatan di lokasi Masyarakat adat Polahi, Paguyaman-Gorontalo. Akibatnya, masyarakat adat Polahi dan seluruh jajaran panitia dari Mapala Alaska, membantu membersihkan sampah tersebut hingga tidak meninggalkan jejak sedikit-pun.
Mengapa ironi ini harus
terjadi....______???????
Mengapa mereka yang ber-Hari Kemerdekaan tidak membawa
sampahnya kembali turun, sehingga tidak perlu ada kegiatan bersih gunung
dan revitalisasi vegetasi.
'Pecinta alam' membuang, pecinta alam
membersihkan.
Jangankan untuk hal-hal besar seperti advokasi lingkungan
dari ancaman industri. Bahkan, hal-hal kecil seperti ini pun sering
diabaikan.
Sikap-sikap kayak gini di sayangin.
Anggaplah konsep politis tentang pecinta alam-nya Gie terlalu
berat-politik kadang tidak menyenangkan. Tetapi, jika ruang-ruang
kesenangan yang biasa kita singgahi, kita kagumi dan kita puja-puji,
akan dirampas oleh orang-orang serakah, apa kita akan diam saja? Bahkan
untuk memperjuangkan 'ruang bermain' kita pun enggan. Padahal, jika
ruang-ruang itu telah dirampas, dikunci dan dihancurkan, kita tidak akan
pernah bisa menikmatinya lagi. Bahkan, untuk sekadar melihatnya. Selain
tentu saja, kerusakan lingkungan lambat laun akan menghancurkan
penopang-penopang kehidupan.
Kalau membahas persoalan ini, jadi teringat sebuah artikel di salah satu portal media online [Responsible (Travel) Writer].
Si penulis mengkritik para traveler yang hanya mau menikmati keindahan
sebuah destinasi wisata dan menganggap tempat itu sebagai hidden paradise
nan eksotis, tanpa memedulikan sekitarnya; proteksi lingkungan,
kehidupan masyarakat sekitar, pengabaian kultur-kultur tempat-tempat
yang menjadi destinasi.
![]() |
Puncak Bawakaraeng. Foto by : Asmi Mimi Agustus 2014 |
Kerusakan lingkungan tidak
hanya diakibatkan oleh destruksi-destruksi korporasi besar. Tetapi juga
karena kita abai terhadapnya. Jika tidak mau melakukannya untuk orang
lain, lakukanlah untuk diri sendiri.
'Cause silent is crime!.
Sekian....
Ditulis di Kediaman RT/05 FT Mapala Alaska sept 2015.
Yuss Lius, ST | Mahapati Mksr ( Mp.XIV.07.128 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar