Jumat, 11 September 2015

Antara Soe Hoek Gie, pecinta Alam, dan Industri.

"Setiap tempat yang engkau datangi senantiasa akan rusak dan kotor, karena engkau hanyalah sampah hasil buangan kehidupan yang terpaksa berjuang agar tampak hidup". (Bang Nevy James ).

Pos 5 G. Bawakaraeng | Foto b: YL 2012




Beberapa dekade terakhir, isu lingkungan memang sedang marak. Orang-orang mulai berlomba menjaga kelestarian Bumi, yang konon tengah terancam oleh 'makluk' yang benama pemanasan global (climate change). 

Gerakan cinta lingkungan dikampanyekan dengan massive-nya; Gerakan bersepeda, gerakan satu miliar pohon, gerakan mengurangi penggunaan kantong plastik, dan berbagai macam gerakan ala environmentalist yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Ah, masa sih? Mungkin saja itu benar. 


Aksi penolakan warga rembang terhadap PT. Semen Gresik. | foto by : www.mongabay.co.id



Jika berdasar logika-logika yang disusun para ilmuwan lingkungan, sangat mungkin climate change sedang berlangsung. 
Hal itu juga diperkuat dengan fakta-fakta yang kita lihat sehari-hari: penggundulan hutan, berkembangnya industri kaya limbah, menjamurnya kendaraan bermotor berpolusi, dan pertumbuhan manusia-yang linear dengan meningkatnya jumlah pemukiman-ikut menambah udara di atmosfer bumi kian pengap.



Hmm.....
Aku cuma mau berkeluh tentang mereka yang disebutkan Squidward di pembuka tulisan ini. Mereka yang hanya mau menikmati alam tetapi tak mau melestarikan-nya.

Beberapa tahun terakhir, perampasan-perampasan lahan, baik itu milik warga atau berstatus tanah yang dilindungi, kerap terjadi. Pelakunya? Siapa lagi kalo bukan perusahaan yang diizinkan pemerintah. Banyak lahan pertanian atau pemukiman warga digusur karena tanah itu mengandung sumber daya alam yang berlimpah. Dari sabang hingga merauke, tak terhitung kasus-kasus perampasan tanah oleh industri. 


Awalnya lahan warga sekarang mejadi Industri Semen
 Apa kaitannya dengan lingkungan? Kayak yang aku bilang tadi, pertumbuhan industri yang besar, terutama untuk komoditas sumber daya mineral, menjadi salah satu pemicu perubahan iklim: lahan hijau yang rusak, limbah yang beracun, polusi udara akibat proses ekstraksi dan sebagainya. Fenomena itu tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah berpenduduk, tetapi juga terjadi di wilayah-wilayah yang menjadi area konservasi alam, seperti taman nasional. 






Tak perlu banyak argumen. Ketika industri menjarah hutan lindung, kita sudah bisa membayangkan apa yang terjadi. Why ????

Konsep pecinta alam dikenalkan pertama kali oleh seorang 'demonstran' ternama, Soe Hok Gie. Dalam catatannya, Gie menjelaskan alasannya menjadi pecinta alam (baca: naik gunung). Kira-kira begini

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."


Sayangnya, tidak semua 'pecinta alam' berpikir demikian. Masih banyak orang yang memahami konsep pecinta alam hanya sebatas naik-turun gunung, susur pantai dan goa, ekspedisi alam, namun tanpa menyertakan semangat politis untuk menjaga lingkungan, apalagi membelanya. 

Berapa banyak mapala yang giat berkampanye menolak perampasan kawasan-kawasan hijau oleh perusahaan tambang? Dan, siapa yang peduli ketika hutan di gunung yang kerap mereka daki terancam digunduli oleh korporasi? Tidak banyak-atau bahkan tidak ada.


Bulan Agustus tahun lalu-2012 -ribuan pendaki meninggalkan sampah di Gunung Semeru. Akibatnya, pengelola kawasan tersebut melarang pendakian untuk melakukan bersih gunung selama beberapa waktu. Sampah yang berhasil dikumpulkan hingga berkarung-karung. Pengelola mengatakan, selain untuk bersih-bersih, penutupan gunung juga baik untuk memulihkan vegetasi dan memberikan ruang kepada satwa liar di kawasan tersebut untuk bergerak bebas. Pembersihan dilakukan oleh pengelola dan ribuan pecinta alam dari seluruh nusantara. 

Toh, bukan cuma itu..... 17 Agustus 2015. 
Sebagian pecinta alam di gorontalo masih kurang sadar untuk tidak meninggalkan sampah setelah berkegiatan di lokasi Masyarakat adat Polahi, Paguyaman-Gorontalo.  Akibatnya, masyarakat adat Polahi dan seluruh jajaran panitia dari Mapala Alaska, membantu membersihkan sampah tersebut hingga tidak  meninggalkan jejak sedikit-pun.



Mengapa ironi ini harus terjadi....______??????? 
Mengapa mereka yang ber-Hari Kemerdekaan tidak membawa sampahnya kembali turun, sehingga tidak perlu ada kegiatan bersih gunung dan revitalisasi vegetasi. 

'Pecinta alam' membuang, pecinta alam membersihkan
Jangankan untuk hal-hal besar seperti advokasi lingkungan dari ancaman industri. Bahkan, hal-hal kecil seperti ini pun sering diabaikan.

Sikap-sikap kayak gini di sayangin. Anggaplah konsep politis tentang pecinta alam-nya Gie terlalu berat-politik kadang tidak menyenangkan. Tetapi, jika ruang-ruang kesenangan yang biasa kita singgahi, kita kagumi dan kita puja-puji, akan dirampas oleh orang-orang serakah, apa kita akan diam saja? Bahkan untuk memperjuangkan 'ruang bermain' kita pun enggan. Padahal, jika ruang-ruang itu telah dirampas, dikunci dan dihancurkan, kita tidak akan pernah bisa menikmatinya lagi. Bahkan, untuk sekadar melihatnya. Selain tentu saja, kerusakan lingkungan lambat laun akan menghancurkan penopang-penopang kehidupan.

Kalau membahas persoalan ini, jadi teringat sebuah artikel di salah satu portal media online [Responsible (Travel) Writer]. Si penulis mengkritik para traveler yang hanya mau menikmati keindahan sebuah destinasi wisata dan menganggap tempat itu sebagai hidden paradise nan eksotis, tanpa memedulikan sekitarnya; proteksi lingkungan, kehidupan masyarakat sekitar, pengabaian kultur-kultur tempat-tempat yang menjadi destinasi.


Puncak Bawakaraeng. Foto by : Asmi Mimi Agustus 2014



Kerusakan lingkungan tidak hanya diakibatkan oleh destruksi-destruksi korporasi besar. Tetapi juga karena kita abai terhadapnya. Jika tidak mau melakukannya untuk orang lain, lakukanlah untuk diri sendiri. 
'Cause silent is crime!.

Sekian....

Ditulis di Kediaman RT/05 FT Mapala Alaska sept 2015.

Yuss Lius, ST | Mahapati Mksr ( Mp.XIV.07.128 )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar